Dalam
menyelesaikan kasus carding ini adalah melacak pelaku penipuan dalam dunia
e-commerce. Langkah pertama, melaporkannya kepada Aparat Penegak Hukum (APH)
disertai bukti awal berupa data atau informasi elektronik atau hasil cetaknya. Dalam praktiknya, biasanya
pertama-tama APH akan melacak keberadaan pelaku dengan menelusuri
alamat Internet Protocol atau IP Address pelaku, berdasarkan log IP
Address yang tersimpan dalamserver pengelola web
site/homepage yang dijadikan sarana pelaku dalam melakukan penipuan. Permasalahannya
adalah, APH akan menemui kesulitan jika website atau homepage tersebut
pemiliknya berada di luar wilayah yurisdiksi Indonesia.
Karena para
carder bisa berada di wilayah yurisdiksi dinegara manapun. Untuk menyelidiki
pencarian identitas para carder yang berada di luar yurisdiksi wilayah negara
Indonesia dapat dilakukan melalui mekanisme Mutual Legaal Assistance (MLA) atau
bantuan timbal balik dalam masalah pidana. MLA memungkinkan Aparat Penegak Hukum (APH) antar negara
bekerja sama dalam rangka permintaan bantuan berkenaan dengan penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan negara diminta.
Sampai
saat ini, Indonesia baru melakukan empat perjanjian bilateral dalam hal bantuan
hukum timbal balik ini, yakni dengan Australia, China, Republik Korea,
dan Hong Kong.
Dalam
melakukan pencarian para carder yang berada di luar negeri dalam contoh jika
tersangka ditemukan oleh Pemerintah Australia, maka pemerintah Indonesia
melalui Kementrian Hukum dan HAM harus mengajukan permohonan penahan sementara
kepada pihak Kementrian Kehakiman Australia atau biasa disebut provisional arrest.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar