Karena
kejahatan ini termasuk kedalam pencurian, yakni pelaku memakai kartu kredit orang
lain untuk mencari barang yang mereka inginkan di situs lelang barang sebagai
alat melakukan kejahatan. Sesuai dengan undang-undang yang ada di Indonesia
maka, orang tersebut diancam dengan pasal Pasal 378 KUHP tentang penipuan,
Pasal 363 tentang pencurian dan Pasal 263 tentang pemalsuan identitas.
Penipuan
secara online pada prinisipnya sama dengan penipuan konvensional.
Yang membedakan hanyalah pada sarana perbuatannya yakni menggunakan Sistem
Elektronik yaitu berupa komputer, internet, perangkat telekomunikasi. Sehingga
secara hukum, penipuan secara online dapat diperlakukan sama sebagaimana detik
konvensional yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sedangkan,
jika dijerat menggunakan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE), maka pasal yang dikenakan adalah Pasal
28 ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Ancaman
pidana dari pasal tersebut adalah penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau
denda paling banyak Rp1 miliar (Pasal 45 ayat [2] UU ITE).
Untuk
pembuktiannya, APH bisa menggunakan bukti elektronik dan atau hasil cetaknya
sebagai perluasan bukti sebagaimana Pasal 5 ayat (2) UU ITE, di samping bukti
konvensional lainnya sesuai dengan KUHP.
Sebagai
catatan, beberapa negara maju mengkategorikan secara terpisah delik penipuan
yang dilakukan secara online atau computer
relatedfraud dalam ketentuan khusus cyber crime. Sedangkan di
Indonesia, UU ITE yang ada saat ini belum memuat pasal khusus/eksplisit tentang
delik “penipuan”.
Pasal
28 ayat (1) UU ITE saat ini bersifat general atau umum dengan titik berat
perbuatan “penyebaran berita bohong dan menyesatkan” serta pada “kerugian” yang
diakibatkan perbuatan tersebut. Tujuan rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE
tersebut adalah untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak dan kepentingan
konsumen.
Perbedaan
prinsipnya dengan delik penipuan pada KUHP adalah unsur
“menguntungkan diri sendiri” dalam Pasal 378 KUHP tidak tercantum lagi
dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, dengan konsekuensi hukum bahwa diuntungkan atau
tidaknya pelaku penipuan, tidak menghapus unsur pidana atas perbuatan tersebut
dengan ketentuan perbuatan tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi orang
lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar