Jika tadi sebelumnya kami membahas tentang Cyber Crime (Kejahatan Dunia Maya) , dan sekarang kami akan menjelaskan mengenai Cyber Law (Hukum Dunia Maya) yang dimana agar kalian yang belum memahami aturan berteknologi dalam dunia maya dapat memahami lebih dalam dampaknya , agar tidak keliru.... Oke silahkan membaca :) !
CYBERLAW
CYBERLAW
Pesatnya perkembangan di bidang teknologi informasi saat ini merupakan
dampak dari semakin kompleksnya kebutuhan manusia akan informasi . Dekatnya
hubungan antara informasi dan teknologi jaringan komunikasi telah menghasilkan
dunia maya yang amat luas yang biasa disebut dengan teknologi cyberspace. Teknologi ini berisikan kumpulan informasi
yang dapat diakses oleh semua orang dalam bentuk jaringan-jaringan komputer
yang disebut jaringan internet. Meskipun infrastruktur di bidang teknologi
informasi di Indonesia tidak sebanyak negara-negara lain, namun bukan berarti
Indonesia lepas dari ketergantungan terhadap teknologi informasi. Menurut
pengamatan penulis setidaknya ada beberapa aspek kehidupan masyarakat di
Indonesia yang saat ini dipengaruhi oleh peran teknologi informasi seperti;
pelayanan informasi, transaksi perdagangan dan bisnis, serta pelayanan jasa
oleh pemerintah dan swasta.
Perkembangan teknologi informasi
termasuk internet di dalamnya juga memberikan tantangan tersendiri bagi
perkembangan hukum di Indonesia. Hukum di Indonesia di tuntut untuk dapat
menyesuaikan dengan perubahan sosial yang terjadi. Soerjono Soekanto
mengemukakan bahwa perubahan-perubahan sosial dan perubahan hukum atau
sebaliknya tidak selalu berlangsung bersama-sama. Artinya pada keadaan tertentu
perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur lainnya dari
masyarakat serta kebudayaannya atau mungkin hal yang sebaliknya.
Cyberlaw mungkin dapat
diklasifikasikan sebagai rejim hukum tersendiri, karena memiliki multi aspek;
seperti aspek pidana, perdata, internasional, administrasi, dan aspek Hak Kekayaan
Intelektual
Ruang lingkup yang cukup luas ini membuat cyber law bersifat kompleks, khususnya dengan berkembangnya teknologi. Dengan kemajuan teknologi masyarakat dapat memberi kemudahan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan dunia. Seiring dengan kemajuan inipun menimbulkan berbagai permasalahan, lahirnya kejahatan-kejahatan tipe baru, khususnya yang mengugunakan media internet, yang dikenal dengan nama cyber crime, sperti contoh di atas. Cyber crime ini telah masuk dalam daftar jenis kejahatan yang sifatnya internasional berdasarkan United Nation Convention Againts Transnational.
Ruang lingkup yang cukup luas ini membuat cyber law bersifat kompleks, khususnya dengan berkembangnya teknologi. Dengan kemajuan teknologi masyarakat dapat memberi kemudahan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan dunia. Seiring dengan kemajuan inipun menimbulkan berbagai permasalahan, lahirnya kejahatan-kejahatan tipe baru, khususnya yang mengugunakan media internet, yang dikenal dengan nama cyber crime, sperti contoh di atas. Cyber crime ini telah masuk dalam daftar jenis kejahatan yang sifatnya internasional berdasarkan United Nation Convention Againts Transnational.
Organized
Crime (Palermo convention) Nopember 2000 dan berdasarkan Deklarasi ASEAN
tanggal 20 Desember 1997 di Manila. Jenis-jenis kejahatan yang termasuk dalam cyber crime diantaranya adalah :
1. Cyber-terrorism : National Police Agency of Japan (NPA) mendefinisikan cyber terrorism sebagai electronic attacks through computer networks against critical infrastructure that have potential critical effect on social and economic activities of the nation.
2. Cyber-pornography : penyebaran obscene materials termasuk pornografi, indecent exposure, dan child pornography.
3. Cyber Harrasment : pelecehan seksual melalui email, website atau chat programs.
4. Cyber-stalking : crimes of stalking melalui penggunaan computer dan internet.
5. Hacking : penggunaan programming abilities dengan maksud yang bertentangan dengan hukum.
6. Carding (credit card fund), carding muncul ketika orang yang bukan pemilik kartu kredit menggunakan kartu credit tersebut secara melawan hukum.
Dari kejahatan-kejahatan akan memberi implikasi terhadap tatanan social masyarakat yang cukup signifikan khususnya di bidang ekonomi. Mengingat bergulirnya juga era e-commerce, yang sekarang telah banyak terjadi.
Ada beberapa ruang lingkup cyberlaw yang
memerlukan perhatian serius di Indonesia saat ini yakni;
1. Kriminalisasi Cyber Crime atau kejahatan di dunia maya. Dampak negatif dari kejahatan di dunia
maya ini telah banyak terjadi di Indonesia. Namun karena perangkat aturan yang
ada saat ini masih belum cukup kuat menjerat pelaku dengan sanksi tegas,
kejahatan ini semakin berkembang seiring perkembangan teknologi informasi.
Kejahatan sebenarnya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, tidak ada
kejahatan tanpa masyarakat. Benar yang diucapankan Lacassagne bahwa masyarakat
mempunyai penjahat sesuai dengan jasanya . Betapapun kita mengetahui banyak
tentang berbagai faktor kejahatan yang ada dalam masyarakat, namun yang pasti
adalah bahwa kejahatan merupakan salah satu bentuk prilaku manusia yang terus
mengalami perkembangan sejajar dengan perkembangan masyarakat itu sendiri.
2. Aspek Pembuktian. Saat ini sistem pembuktian hukum di Indonesia (khusunya dalam pasal 184
KUHAP) belum mengenal istilah bukti elektronik/digital (digital evidence)
sebagai bukti yang sah menurut undang-undang. Masih banyak perdebatan khususnya antara akademisi
dan praktisi mengenai hal ini. Untuk aspek perdata, pada dasarnya hakim dapat
bahkan dituntun untuk melakukan rechtsvinding (penemuan hukum). Tapi
untuk aspek pidana tidak demikian. Asas legalitas menetapkan bahwa tidak ada
suatu perbuatan dapat dipidana jika tidak ada aturan hukum yang mengaturnya (nullum
delictum nulla poena sine previe lege poenali) . Untuk itulah dibutuhkan
adanya dalil yang cukup kuat sehingga perdebatan akademisi dan praktisi
mengenai hal ini tidak perlu terjadi lagi.
3. Aspek Hak Atas Kekayaan Intelektual di cyberspace, termasuk didalamnya hak Cipta dan Hak
Milik Industrial yang mencakup paten, merek, desain industri, rahasia dagang,
sirkuit terpadu, dan lain-lain.
4. Standardisasi di bidang telematika. Penetapan standardisasi bidang telematika akan
membantu masyarakat untuk mendapatkan keamanan dan kenyamanan dalam menggunakan
teknologi informasi.
5. Aturan-aturan di bidang E-Bussiness termasuk didalamnya perlindungan konsumen dan
pelaku bisnis.
6. Aturan-aturan di bidang E-Government. Apabila E-Government di Indonesia telah
terintegrasi dengan baik, maka efeknya adalah pelayanan kepada masyarakat
menjadi lebih baik.
7. Aturan tentang jaminan keamanan dan kerahasiaan Informasi dalam menggunakan teknologi informasi.
8. Yurisdiksi hukum, cyberlaw tidak akan berhasil jika aspek ini diabaikan. Karena pemetaan yang
mengatur cybespace menyangkut juga hubungan antar kawasan, antar wilayah, dan
antar negara. Sehingga penetapan yurisdiksi yang jelas mutlak diperlukan.
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam
rangka memberikan payung hukum ruang cyber dengan mengesahkan Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU no 11 th 2008 tentang ITE) pada tgl 21 April 2008. Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik memuat beberapa hal yakni;masalah
yurisdiksi, perlindungan hak pribadi, azas perdagangan secara e-comerce, azas
persaingan usaha usaha tidak sehat dan perlindungan konsumen, azas-azas hak
atas kekayaan intelektual (HaKI) dan hukum Internasional serta azas Cyber Crime
.
Di tingkat Internasional Perserikatan
Bangsa-Bangsa melalui komisi khususnya, The United Nations Commissions on
International Trade Law (UNCITRAL), telah mengeluarkan 2 guidelines yang
terkait dengan transaksi elektronik, yaitu UNCITRAL Model Law on Electronic
Commerce with Guide to Enactment 1996 dan UNCITRAL Model Law on Electronic Signature
with Guide to Enactment 2001. Sedangkan di Uni Eropa, dalam upaya
mengantisipasi masalah-masalah pidana di cyberspace, Uni Eropa mengadakan
Convention on Cybercrime yang didalamnya membahas jenis-jenis kejahatan apa
saja yang dikategorikan sebagai cyber crime. Di bdiang perdagangan elektronik,
Uni Eropa mengeluarkan The General EU Electronic Commerce Directive, Electronic
Signature Directive, dan Brussels Convention on Online Transactions.
Aturan-aturan serupa juga dikeluarkan lembaga-lembaga internasional seperti
WTO, ASEAN, APEC dan OECD .
Untuk negara-negara berkembang,
Indonesia bisa bercermin dengan negara-negara seperti India, Banglades,
Srilanka Malaysia, dan Singapura yang telah memiliki perangkat hukum di bidang
cyberlaw atau terhadap Armenia yang pada akhir tahun 2006 lalu telah
meratifikasi Convention on Cybercrime and the Additional Protocol to the
Convention on Cybercrime concerning the criminalisation of acts of a racist and
xenophobic nature committed through computer system.
Indonesia masih tertinggal jauh jika
dibandingkan dengan Negara-negara Asia lainnya apalagi jika dibandingkan dengan
negara-negara Uni Eropa yang telah memiliki perangkat hukum lengkap di bidang
cyberlaw.
Untuk membangun pijakan hukum yang kuat
dalam mengatur masalah-masalah hukum di ruang cyber (internet) diperlukan
komitmen kuat pemerintah dan DPR. Namun yang lebih penting lagi selain komitmen
adalah bahwa aturan yang dibuat tersebut yaitu UU ITE merupakan produk hukum
yang adaptable terhadap berbagai perubahan khususnya di bidang teknologi
informasi. Kunci dari keberhasilan pengaturan cyberlaw adalah riset yang
komprehensif yang mampu melihat masalah cyberspace dari aspek konvergensi hukum
dan teknologi. Kongkretnya pemerintah dapat membuat laboratorium dan pusat
studi cyberlaw di perguruan-perguruan tinggi dan instansi-instansi pemerintah
yang dianggap capable di bidang tersebut. Laboratorium dan pusat studi cyberlaw
kemudian bekerjasama dengan Badan Litbang Instansi atau Perguruan Tinggi membuat
riset komprehensif tentang cyberlaw dan teknologi informasi. Riset ini tentu
saja harus mengkombinasikan para ahli hukum dan ahli teknologi informasi. Hasil
dari riset inilah yang kemudian dijadikan masukan dalam menyusun produk-produk
cyberlaw yang berkualitas selain tentunya masukan dari pihak-pihak lain seperti
swasta, masyarakat, dan komunitas cyber.
Selain hal tersebut hal paling penting
lainnya adalah peningkatan kemampuan SDM aparatur hukum di bidang Teknologi
Informasi mulai dari polisi, jaksa, hakim bahkan advokat khususnya yang
menangani masalah-masalah ini. Penegakan hukum di bidang cyberlaw mustahil bisa
terlaksana dengan baik tanpa didukung SDM aparatur yang berkualitas dan ahli di
bidangnya.
Dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik selain mengatur tentang pemanfaatan teknologi informasi juga mengatur tentang transaksi elektronik, Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Bahwa didalam penerapannya, UU No 11 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini masih ada kendala-kendala teknis.
UU RI tentang Informasi dan Transaksi Elektronik no 11 th 2008 , yang terdiri dari 54 pasal dan disahkan tgl 21 April 2008, dipersepsikan sebagai cyberlaw di Indonesia, yang diharapkan bisa mengatur segala urusan dunia Internet (siber), termasuk didalamnya memberi punishment terhadap pelaku cybercrime. Nah kalau memang benar cyberlaw, perlu kita diskusikan apakah kupasan cybercrime sudah semua terlingkupi? Di berbagai literatur, cybercrime dideteksi dari dua sudut pandang:
Paling tidak masalah cybercrime di Indonesia adalah sebagai berikut:
Jadi kesimpulannya, cyberlaw adalah kebutuhan kita bersama. Cyberlaw akan menyelamatkan kepentingan nasional, pebisnis Internet, para akademisi dan masyarakat secara umum, sehingga harus kita dukung. Nah masalahnya adalah apakah UU ITE ini sudah mewakili alias layak untuk disebut sebagai sebuah cyberlaw? Kita analisa dulu sebenarnya apa isi UU ITE itu.
MUATAN UU ITE
Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum
Mengingat sebelumnya ada beberapa fase-fase global yang berkembang sesuai dengan perubahaan zaman, fase yang pertama adalah berawal dari bercocok tanam (agraria), fase yang kedua adalah fase industi atau revolusi Prancis, fase yang ketiga adalah masuk kedalam fase komunikasi seperti pemakaian telephone, dan fase yang keempat yaiu teknologi informasi seperti cara memperbaharui orang berkomunikasi. Dan fase keempat inilah yang sedang kita hadapi sekarang. Oleh karena itu, teknologi juga mempengaruhi budaya (culture) yang ada di masyarakat sehingga ketika ada suatu perubahan dalam masyarakat maka ada suatu pengaruh terhadap pola pikir masyarakat dan perbedaan budaya mempengaruhi pula moral masyarakat itu sendiri, dalam hal ini hukumlah yang sangat berperan dalam mengatur pola perilaku masyarakat, sesuai dengan pernyataan ubi soceitas ibi ius (di mana ada masyarakat disitu ada hukum) dan sampai sekarang masih relevan untuk dipakai. Dalam masyarakat yang tradisional pun pasti ada hukum dengan bentuk dan corak yang sesuai dengan tingkat peradaban masyarakat tersebut. Suatu masyarakat tanpa hukum tidak akan pernah menjadi masyarakat yang baik.
Hukum mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai Sarana pengendalian masyarakat (a tool of social control), Sarana pemelihara masyarakat (a tool of social maintenance), Sarana untuk menyelesaikan konflik (a tool of dispute settlement), Sarana pembaharuan/ alat merekayasa masyarakat (a tool of social engineering, Roscoe Pound). Dari fungsi-fungsi hukum tersebutlah pemerintah sebagai penjamin kepastian hukum dapat menjadi sarana pemanfaatan teknologi yang modern. Sebagai salah satu bukti nyata adalah dibuatnya suatu kebijakan dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Di dalam UU No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada pasal 3 terdiri atas asas-asas sebagai berikut :
a. Asas Kepastian Hukum
Landasan hukum bagi pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapat Pengakuan Hukum di dalam dan diluar pengadilan
b. Asas Manfaat
Asas bagi pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik diupayakan untuk mendukung proses informasi sehingga dapat meningkatkan kesejahtraan masyarakat
Oleh karenanya
untuk menegakkan hukum serta menjamin kepastian hukum di Indonesia perlu adanya
Cyber Law yaitu Hukum yang membatasi kejahatan siber (kejahatan dunia maya
melalui jaringan internet), yang dalam Hukum Internasional terdapat 3 jenis
Yuridis yaitu( The Juridiction to Prescribe)Yuridis untuk menetapkan
undang-undang, (The Juridicate to Enforce) Yuridis untuk menghukum
dan (The Jurisdiction to Adjudicate)Yuridis untuk menuntut.
The
Jurisdiction to Adjudicate terdapat beberapa asas yaitu :
a.Asas Subjective Territorial
yaitu berlaku hukum berdasarkan tempat pembuatan dan penyelesaian tindak pidana
dilakukan di Negara lain,
b.Asas Objective Territorial
yaitu hukum yang berlaku adalah akibat utama perbuatan itu terjadi dan
memberikan dampak kerugian bagi Negara yang bersangkutan,
c. Asas Natonality adalah hokum berlaku
berdasarkan kewarganegaraan pelaku,
d. Asas PassiveNatonality adalah Hukum
berlaku berdasarkan kewarganegaraan korban,
e. Asas Protective Principle
adalah berlakunya berdasarkan atas keinginan Negara untuk melindungi
kepentingan Negara dari kejahatan yang dilakukan diluar wilayahnya,
f. Asas Universality adalah
yang berlaku untuk lintas Negara terhadap kejahatan yang dianggap sangat serius
seperti pembajakan dan terorisme (crime against humanity).
Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber
atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional
digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan
perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum
informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law
of information technology), hukum dunia maya (virtual world law),
dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang
dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam
lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi
berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat
secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika
terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara
elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan
perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronikDalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik selain mengatur tentang pemanfaatan teknologi informasi juga mengatur tentang transaksi elektronik, Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Bahwa didalam penerapannya, UU No 11 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini masih ada kendala-kendala teknis.
UU RI tentang Informasi dan Transaksi Elektronik no 11 th 2008 , yang terdiri dari 54 pasal dan disahkan tgl 21 April 2008, dipersepsikan sebagai cyberlaw di Indonesia, yang diharapkan bisa mengatur segala urusan dunia Internet (siber), termasuk didalamnya memberi punishment terhadap pelaku cybercrime. Nah kalau memang benar cyberlaw, perlu kita diskusikan apakah kupasan cybercrime sudah semua terlingkupi? Di berbagai literatur, cybercrime dideteksi dari dua sudut pandang:
1.Kejahatan yang Menggunakan
Teknologi Informasi Sebagai Fasilitas: Pembajakan, Pornografi, Pemalsuan/Pencurian
Kartu Kredit, Penipuan Lewat Email (Fraud), Email Spam, Perjudian Online,
Pencurian Account Internet, Terorisme, Isu Sara, Situs Yang Menyesatkan, dsb.
2.Kejahatan yang Menjadikan Sistem
Teknologi Informasi Sebagai Sasaran: Pencurian Data Pribadi, Pembuatan/Penyebaran
Virus Komputer, Pembobolan/Pembajakan Situs, Cyberwar, Denial of Service (DOS),
Kejahatan Berhubungan Dengan Nama Domain, dsb.
Cybercrime
menjadi isu yang menarik dan kadang menyulitkan karena:- Kegiatan dunia cyber tidak dibatasi oleh teritorial negara
- Kegiatan dunia cyber relatif tidak
berwujud
- Sulitnya pembuktian karena data
elektronik relatif mudah untuk diubah, disadap, dipalsukan dan dikirimkan
ke seluruh belahan dunia dalam hitungan detik
- Pelanggaran hak cipta dimungkinkan
secara teknologi
- Sudah tidak memungkinkan lagi menggunakan hukum konvensional. Analogi masalahnya adalah mirip dengan kekagetan hukum konvensional dan aparat ketika awal mula terjadi pencurian listrik. Barang bukti yang dicuripun tidak memungkinkan dibawah ke ruang sidang. Demikian dengan apabila ada kejahatan dunia maya, pencurian bandwidth, dsb
- Seorang warga negara Indonesia yang berada di Australia melakukan cracking sebuah server web yang berada di Amerika, yang ternyata pemilik server adalah orang China dan tinggal di China. Hukum mana yang dipakai untuk mengadili si pelaku?
- Seorang mahasiswa Indonesia di Jepang, mengembangkan aplikasi tukar menukar file dan data elektronik secara online. Seseorang tanpa identitas meletakkan software bajakan dan video porno di server dimana aplikasi di install. Siapa yang bersalah? Dan siapa yang harus diadili?
- Seorang mahasiswa Indonesia di Jepang, meng-crack account dan password seluruh professor di sebuah fakultas. Menyimpannya dalam sebuah direktori publik, mengganti kepemilikan direktori dan file menjadi milik orang lain. Darimana polisi harus bergerak?
Paling tidak masalah cybercrime di Indonesia adalah sebagai berikut:
- Indonesia meskipun dengan penetrasi Internet yang rendah (8%), memiliki prestasi menakjubkan dalam cyberfraud terutama pencurian kartu kredit (carding). Menduduki urutan 2 setelah Ukraina (ClearCommerce)
- Indonesia menduduki peringkat 4 masalah pembajakan software setelah China, Vietnam, dan Ukraina (International Data Corp)
- Beberapa cracker Indonesia tertangkap di luar negeri, singapore, jepang, amerika, dsb
- Beberapa kelompok cracker Indonesia ter-record cukup aktif di situs zone-h.org dalam kegiatan pembobolan (deface) situs
- Kejahatan dunia cyber hingga pertengahan 2006 mencapai 27.804 kasus (APJII)
- Sejak tahun 2003 hingga kini, angka kerugian akibat kejahatan kartu kredit mencapai Rp 30 milyar per tahun (AKKI)
- Layanan e-commerce di luar negeri
banyak yang memblok IP dan credit card Indonesia. Meskipun alhamdulillah,
sejak era tahun 2007 akhir, mulai banyak layanan termasuk payment gateway
semacam PayPal yang sudah mengizinkan pendaftaran dari Indonesia dan
dengan credit card Indonesia
Jadi kesimpulannya, cyberlaw adalah kebutuhan kita bersama. Cyberlaw akan menyelamatkan kepentingan nasional, pebisnis Internet, para akademisi dan masyarakat secara umum, sehingga harus kita dukung. Nah masalahnya adalah apakah UU ITE ini sudah mewakili alias layak untuk disebut sebagai sebuah cyberlaw? Kita analisa dulu sebenarnya apa isi UU ITE itu.
MUATAN UU ITE
Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum
Mengingat sebelumnya ada beberapa fase-fase global yang berkembang sesuai dengan perubahaan zaman, fase yang pertama adalah berawal dari bercocok tanam (agraria), fase yang kedua adalah fase industi atau revolusi Prancis, fase yang ketiga adalah masuk kedalam fase komunikasi seperti pemakaian telephone, dan fase yang keempat yaiu teknologi informasi seperti cara memperbaharui orang berkomunikasi. Dan fase keempat inilah yang sedang kita hadapi sekarang. Oleh karena itu, teknologi juga mempengaruhi budaya (culture) yang ada di masyarakat sehingga ketika ada suatu perubahan dalam masyarakat maka ada suatu pengaruh terhadap pola pikir masyarakat dan perbedaan budaya mempengaruhi pula moral masyarakat itu sendiri, dalam hal ini hukumlah yang sangat berperan dalam mengatur pola perilaku masyarakat, sesuai dengan pernyataan ubi soceitas ibi ius (di mana ada masyarakat disitu ada hukum) dan sampai sekarang masih relevan untuk dipakai. Dalam masyarakat yang tradisional pun pasti ada hukum dengan bentuk dan corak yang sesuai dengan tingkat peradaban masyarakat tersebut. Suatu masyarakat tanpa hukum tidak akan pernah menjadi masyarakat yang baik.
Hukum mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai Sarana pengendalian masyarakat (a tool of social control), Sarana pemelihara masyarakat (a tool of social maintenance), Sarana untuk menyelesaikan konflik (a tool of dispute settlement), Sarana pembaharuan/ alat merekayasa masyarakat (a tool of social engineering, Roscoe Pound). Dari fungsi-fungsi hukum tersebutlah pemerintah sebagai penjamin kepastian hukum dapat menjadi sarana pemanfaatan teknologi yang modern. Sebagai salah satu bukti nyata adalah dibuatnya suatu kebijakan dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ada hal pokok yang bisa kita pegang dalam Undang-Undang
ini.
Dalam Undang-Undang ini pada Pasal 1 yang dimaksud dengan:
1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data
interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram,
teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses,
simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya.
2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer,
jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses,
mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal,
atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui
Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan,
suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode
Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makan atau arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya.
5. Sistem Elektronik
adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi
mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,
mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,
dan/atau masyarakat.
7. Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat
tertutup ataupun terbuka.
8. Agen Elektronik adalah
perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu
tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang
diselenggarakan oleh Orang.
9. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan
Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam
Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik.
10. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak
yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
11. Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui,
disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan
mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang
dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang
digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
13. Penanda Tangan adalah
subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.
14. Komputer adalah
alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang
melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
15. Akses adalah
kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau
dalam jaringan.
16. Kode Akses adalah
angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang
merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
lainnya.
17. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
18. Pengirim adalah
subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
19. Penerima adalah
subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari
Pengirim.
20. Nama Domain
adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau
masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang
berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi
tertentu dalam internet.
21. Orang adalah
orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun
badan hukum.
22. Badan Usaha
adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan
hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
23. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang
ditunjuk oleh Presiden.
Untuk siapakah undang-undang
ini berlaku ?? Dalam Pasal 2 mengungkapkan Undang- undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan
perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di
wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki
akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum
Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
ASAS-ASASDi dalam UU No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada pasal 3 terdiri atas asas-asas sebagai berikut :
a. Asas Kepastian Hukum
Landasan hukum bagi pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapat Pengakuan Hukum di dalam dan diluar pengadilan
b. Asas Manfaat
Asas bagi pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik diupayakan untuk mendukung proses informasi sehingga dapat meningkatkan kesejahtraan masyarakat
c.
Asas kehati-hatian
d. Asas iktikad baik, dan
e.
Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.
Menilik Pasal 4,
pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik bisa dilaksanakan asal bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,
mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan
publik, membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan
pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi
Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab. Terakhir, memberikan rasa
aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi
Informasi.
Sedangkan dalam Pasal 5 mengatur bahwa Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan :
Alat bukti hukum
yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini, kecuali
a. surat yang
menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b. surat beserta dokumennya
yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta
yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang
informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin
keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan
(
pasal 6 ), dan setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang
telah ada, atau menolak hak Orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik harus memastikan bahwa Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang ada padanya berasal dari Sistem Elektronik yang
memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundang-undangan ( pasal 7 )
Untuk waktu pengiriman dan penerimaan yang
diatur pada pasal 8 :
1. Kecuali diperjanjikan
lain,
a. Waktu pengiriman suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik telah
dikirim dengan alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem Elektronik yang
ditunjuk atau dipergunakan Penerima dan telah memasuki Sistem Elektronik yang
berada di luar kendali Pengirim.
b. Waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki
Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.
2. Dalam hal Penerima telah
menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu untuk menerima Informasi Elektronik,
penerimaan terjadi pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
memasuki Sistem Elektronik yang ditunjuk.
3. Dalam hal terdapat dua
atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam pengiriman atau penerimaan
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka:
a. waktu pengiriman adalah
ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem
informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim;
b. waktu penerimaan adalah
ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem
informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.
Sementara itu, bagi pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik ada pula
payung hukumnya. Yakni, harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar
berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. Hal itu
diatur dalam Pasal 9.
Sertifikasi keandalan
dapat dilakukan oleh lembaga Sertifikasi Keandalan untuk setiap pelaku usaha
yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik ( pasal 10 ) , sedangkan pengaturan
terkait tanda tangan elektronik dan pennyelenggara serftifikasi elektronik
diatur dalam pasal 11- 14 ) , yaitu :
1. Tanda Tangan Elektronik
memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda
Tangan;
b. data pembuatan Tanda
Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam
kuasa Penanda Tangan;
c. segala perubahan terhadap
Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat
diketahui;
d. segala perubahan terhadap
Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut
setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e. terdapat cara tertentu
yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan
f. terdapat cara tertentu
untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap
Informasi Elektronik yang terkait.
2. Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan
Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang
digunakannya sekurang-kurangnya meliputi:
a. sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
b. Penanda Tangan harus
menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah
terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
c. Penanda Tangan harus
tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda
Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera
memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai
Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan
Elektronik jika:
c.1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data
pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah
dibobol; atau
c.2. Keadaan yang diketahui
oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti, kemungkinan akibat
bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan dalam hal Sertifikat
Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda Tangan
harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan
Sertifikat Elektronik tersebut.
3. Untuk pembuatan Tanda Tangan Elektronik,
setiap Orang berhak menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik yang
mana Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu
Tanda Tangan Elektronik dengan pemiliknya.
4. Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik terdiri atas:
a. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik
Indonesia; berbadan hukum Indonesia dan
berdomisili di Indonesia dan
b. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing, yang beroperasi di Indonesia
harus terdaftar di Indonesia.
5. Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepada setiap pengguna jasa, yang
meliputi:
a. metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;
a. metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;
b. hal yang dapat digunakan untuk mengetahui
data diri pembuat Tanda Tangan Elektronik; dan
c. hal yang dapat digunakan untuk
menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda
Tangan Elektronik.
Untuk Pengaturan tentang
Penyelenggaraan Sistem Elektronik diatur pada pasal 15 – 16 , yaitu Setiap
Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara
andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik
sebagaimana mestinya dan bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem
Elektroniknya ( kecuali dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa,
kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik ).
Sepanjang tidak ditentukan
lain oleh undang-undang tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik
wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum:
a. dapat menampilkan kembali
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa
retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan;
b. dapat melindungi
ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi
Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
c. dapat beroperasi sesuai
dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
d. dilengkapi dengan
prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol
yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem
Elektronik tersebut; dan
e. memiliki mekanisme yang
berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur
atau petunjuk.
Sedangkan pasal 17- 22 mengatur
tentang transaksi elektronik dan hal-hal yang terkait dengan transaksi
elektronik .
1. Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat
dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat, yang mana para pihak yang
melakukan Transaksi Elektronik wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi
dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama
transaksi berlangsung.
2. Transaksi Elektronik yang dituangkan ke
dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak, yang mana para tersebut memiliki
kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik
internasional yang dibuatnya, tetapi jika para pihak tidak melakukan pilihan
hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan
pada asas Hukum Perdata Internasional.
3. Para pihak memiliki kewenangan untuk
menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa
alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari
Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya, tetapi jika para pihak tidak
melakukan pilihan forum maka penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau
lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani
sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas
Hukum Perdata Internasional.
4. Para pihak yang melakukan Transaksi
Elektronik harus menggunakan Sistem Elektronik yang disepakati, kecuali
ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat
penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui
Penerima, dan persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik tersebut
dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.
5. Pengirim atau Penerima dapat melakukan
Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau
melalui Agen Elektronik, dengan ketentuan ,
a. jika dilakukan sendiri, segala
akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi
Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
b. jika dilakukan melalui
pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik
menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c. jika dilakukan melalui Agen
Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi
tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
c1. Segala akibat hukum
menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik. Jika kerugian Transaksi
Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak
ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik,
c2. Segala
akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
Jika kerugian
Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat
kelalaian pihak pengguna jasa layanan,
- Ketentuan terkait dengan tanggung jawab
penyelenggara agen elektronik tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan
terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna
Sistem Elektronik.
7.
Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen
Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan
perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
Tak
hanya itu, penjelasan mengenai nama domain, hak kekayaan intelektual, dan
perlindungan hak pribadi sudah tercantum dalam UU ini, tepatnya pasal
23. Pasal 23 ayat 1 membolehkan setiap penyelenggara negara, Orang, Badan
Usaha, dan/atau masyarakat untuk memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip
pendaftar pertama. Namun, pemilikan dan penggunaan Nama Domain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada iktikad baik, tidak
melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak Orang lain.
Sehingga, setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang
dirugikan karena penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain,
berhak untuk mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain itu.
Pengelola Nama Domain adalah
Pemerintah dan/atau masyarakat , Pemerintah berhak mengambil alih sementara
pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan.
Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat.
Untuk Pengelola Nama Domain yang berada
di luar wilayah Indonesia dan Nama Domain yang diregistrasinya diakui
keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan.(
pasal 24 )
Untuk para pemilik
situs internet, jangan kuatir mengenai Hak cipta. Sebab, Pasal 25
menyatakan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun
menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di
dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan. Dan juga penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data
pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan,
kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan . Setiap Orang yang
dilanggar haknya dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan
berdasarkan Undang-Undang ini. ( pasal 26 )
Dalam hal penyelesaian
sengketa , diatur di dalam pasal 38-39 , yaitu siapapun atau
setiap Orang dan atau masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan dapat
mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik
dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian, , sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Untuk Gugatan perdata
dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan, selain
penyelesaian gugatan perdata, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui
arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Dalam pasal 40-41, diatur terkait peran
pemerintah dan masyarakat .
Pemerintah :
Pemerintah :
1. memfasilitasi pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
2. melindungi kepentingan umum dari segala
jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi
Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
3. menetapkan instansi atau institusi yang
memiliki data elektronik strategis yang wajib dilindungi(Instansi atau
institusi harus membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya serta
menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk kepentingan pengamanan data dan
juga sesuai dengan keperluan perlindungan data yang dimilikinya.
Masyarakat :
Dapat berperan meningkatkan
pemanfaatan Teknologi Informasi melalui penggunaan dan Penyelenggaraan Sistem
Elektronik dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini,
dan dapat diselenggarakan melalui lembaga yang dibentuk oleh masyarakat yang
dapat memiliki fungsi konsultasi dan mediasi.
Penyidikan dan alat bukti
dalam undang-undang ite ini diatur dalam pasal 42-44
Penyidikan terhadap tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, dilakukan dengan a.
memperhatikan perlindungan terhadap privasi, b. berdasarkan ketentuan dalam
Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam Undang-Undang ini, c. Memperhatikan
kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan . Dan untuk melakukan
penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan
dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat
serta penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.
Penyidik : Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
Wewenang penyidik ( pasal 43 ):
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang
tentang adanya tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
b. memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk
didengar dan/atau diperiksa sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan
adanya dugaan tindak pidana di bidang terkait dengan ketentuan Undang-Undang
ini;
c. melakukan pemeriksaan
atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana
berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
d. melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut
diduga melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;
e. melakukan pemeriksaan
terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi
Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang
ini;
f. melakukan penggeledahan
terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat untuk melakukan
tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
g. melakukan penyegelan dan
penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan Teknologi Informasi yang
diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
h. meminta bantuan ahli yang
diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan Undang-Undang
ini; dan/atau
i. mengadakan penghentian
penyidikan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini sesuai dengan ketentuan
hukum acara pidana yang berlaku.
j. dalam hal melakukan
penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta
penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh
empat jam.
k. penyidik Pegawai Negeri
Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Penyidik Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasilnya kepada penuntut umum.
l. dalam rangka mengungkap
tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik, penyidik dapat
berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan alat
bukti.
Alat bukti penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuan Undang-Undang
ini adalah sebagai berikut ( pasal 44 ) :
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan
b. alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3).
Adapun perbuatan-perbuatan yang dilarang disertai dengan sanksinya diatur dalam pasal 27-52 .
- Perbuatan yang dilarang (cybercrime)
dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
- Pasal 27 (Asusila, Perjudian,
Penghinaan, Pemerasan)
- Pasal 28 (Berita Bohong dan
Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
- Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
- Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
- Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan,
Penghilangan Informasi)
- Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
- Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem
Tidak Bekerja (DOS?))
- Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen
Otentik(phising?))
Pasal 45
Ayat 1 , Dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau
ayat (4) , yaitu Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak :
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dan
pemerasan dan/atau pengancaman.
Ayat 2, Dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2), yaitu
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik dan
informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama,
ras, dan antargolongan (SARA).
Ayat 3, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, yaitu Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan
secara pribadi
Pasal 46
Ayat 1, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), yaitu Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang
lain dengan cara apa pun.
Ayat 2,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2), yaitu Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer
dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
Ayat 3, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3), yaitu Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau
Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui,
atau menjebol sistem pengamanan.
Pasal 47
Dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) ,
yaitu Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang
lain dan melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu
Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak
menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan,
penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang sedang ditransmisikan.
Pasal 48
Ayat 1, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), yaitu Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun
mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan,
memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
Ayat 2, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2), yaitu Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun
memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
Ayat 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) , yaitu Terhadap
perbuatan Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan
cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak,
menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.yang mengakibatkan
terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat
rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak
sebagaimana mestinya
Pasal 49
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33, yaitu Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik
dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana
mestinya.
Pasal 50
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) , yaitu Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual,
mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau
memiliki:
a. perangkat keras atau
perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk
memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai
dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer,
Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem
Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
Pasal 51
Ayat 1, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 , yaitu Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang
otentik.
Ayat 2, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua
belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua
belas miliar rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36 , yaitu Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34
yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.
Pasal 52
Ayat 1 ,
dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok, dalam hal tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut
kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak
Ayat 2 ,Dipidana
dengan pidana pokok ditambah sepertiga, dalam hal perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37
ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan
untuk layanan publik
Ayat 3,Diancam
dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing Pasal ditambah
dua pertiga, dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem
Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik
Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga
pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas
penerbangan
Ayat 4, Dipidana
dengan pidana pokok ditambah dua pertiga, dalam hal tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37
dilakukan oleh korporasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar